Bagaimana Pendapatmu Tentang Nasionalisme yang Ideal Bagi Bangsa Indonesia di Masa Sekarang?
Menuju 75 tahun Indonesia Merdeka,kobaran semangat Nasionalisme penduduknya seakan-akan tidak pernah padam.Bagaimana tidak?Dengan melihat sejarah negeri ini tidak pernah lepas dari Nasionalisme bahkan Kedaulatan Negara yang sampai kini berdiri kokoh merupakan bentuk nyata dari adanya Nasionalisme yang ada di Indonesia.Kita sebagai generasi muda tentunya harus mewarisi sifat Nasionalisme yang sudah diwariskan oleh generasi terdahulu,tapi apakah nasionalisme di masa sekarang ini ideal bagi Bangsa Indonesia? Mari kita simak pembahasan di bawah ini!
Apa itu Nasionalisme?
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia yang mempunyai tujuan atau cita-cita yang sama dalam mewujudkan kepentingan nasional, dan nasionalisme juga rasa ingin mempertahankan negaranya, baik dari internal maupun eksternal.
Bagaimana Nasionalisme Bangsa Indonesia dari Masa ke Masa?
1. Kebangkitan Nasional 1908
Berdasarkan sejarah, gerakan kebangkitan nasionalisme Indonesia gelombang pertama diawali oleh pendirian Budi Utomo di tahun 1908. Dimotori oleh para mahasiswa kedokteran Stovia, yakni sekolah anak para priyayi Jawa yang disediakan Belanda di Jakarta.
Saat itu, para pemuda yang terdiri dari mahasiswa kedokteran di Stovia merasa muak dengan para penjajah. Mereka membuat organisasi pelayanan kesehatan kepada rakyat yang menderita.
2. Sumpah Pemuda 1928
Gerakan Sumpah Pemuda adalah nasionalisme gelombang kedua. Gerakan tersebut merupakan wujud kesadaran untuk menyatukan negara, bangsa dan bahasa ke dalam satu negara. Sumpah Pemuda tidak terlepas dari peran mahasiswa, seperti Soepomo, Hatta dan Sutan Syahrir.
3. Kemerdekaan 1945
Pada nasionalisme gelombang ketiga ini, peran nyata para pemuda yang menyandera Soekarno-Hatta ke Rengas-Dengklok agar segera mem-proklamirkan kemerdekaan Indonesia. Hanya 17 tahun sejak Sumpah Pemuda dikumandangkan.
Cita-cita mengisi kemerdekaan yang sudah banyak didiskusikan oleh Soekarno, Hatta, Soepomo dan Syahrir, sejak mereka masih berstatus mahasiswa, harus mengalami pembelokan implementasi di lapangan, karena Soekarno yang semakin otoriter dan keras kepala dengan cita-cita dan cara yang diyakininya.
4. Lahirnya Orde Baru 1966
Nasionalisme gelombang keempat yaitu lahirnya Orde Baru pada 1966, yang dimotori oleh gerakan mahasiswa dan organisasi sosial lainnya.
Tepat 20 tahun setelah kemerdekaan, terjadi huru-hara pemberontakan G30S/PKI. Tanpa peran besar mahasiswa dan organisasi pemuda serta organisasi sosial kemasyarakatan saat itu, Soeharto dan para tentara tidak mungkin bisa ‘merebut’ kekuasaan dari penguasa orde-lama Soekarno.
5. Lahirnya Orde Reformasi 1998
Cita-cita mengisi kemerdekaan yang sudah banyak didiskusikan oleh Soekarno, Hatta, Soepomo dan Syahrir, sejak mereka masih berstatus mahasiswa, harus mengalami pembelokan implementasi di lapangan, karena Soekarno yang semakin otoriter dan keras kepala dengan cita-cita dan cara yang diyakininya.
Nasionalisme gelombang kelima yaitu lahirnya Orde Reformasi 1998 yang tidak terlepas dari gerakan mahasiswa yang menentang rezim orde baru. Pada era reformasi, nasionalisme memperoleh banyak tantangannya baik yang bersifat global maupun lokal.Gelombang krismon yang melanda Asia Tenggara, dimanfaatkan dengan baik oleh para mahasiswa dan pemuda, yang sudah termarjinalkan lewat laras ABRI, begitu muak melihat kenyataan bangunan RI. Para pemuda, akhirnya berhasil menjatuhkan Soeharto. Tapi sayang, hingga saat ini reformasi yang pernah disebut sebagai alamat bagi Indonesia maju, nampak sumir.Sepanjang tahun 2004-2007, Indonesia oleh banyak kalangan disebut telah mengalami gelombang Nasionalisme yang ke enam. Nasionalisme yang perlu diwujudkan pada gelombang itu bukanlah nasionalisme pada gelombang-gelombang sebelumnya, melainkan nasionalisme yang humanis dan dapat menjadi rekan sejawat demokrasi
Lantas Bagaimana dengan Nasionalisme Indonesia saat ini?
Soekarno pernah bilang bahwa perjuangan kita lebih berat karena kita melawan bangsa sendiri. kita melawan diri kita sendiri.
Di masa sekarang, terkadang kita sulit membedakan mana yang termasuk nasionalisme dan mana yang bukan. Apakah orang yang melakukan upacara bendera lebih nasionalisme dibanding mereka yang tidak? Apakah nasionalisme itu soal mengenakan seragam rapi? Baju putih dan celana merah. Baju putih dan celana biru. Baju putih dan celana panjang abu-abu
Bagaimana cara kita mengukur nasionalisme di era sekarang? Apalagi, saat ini, nasionalisme sering dikaitkan dengan kebudayaan. Orang yang lebih sering mengenakan pakaian adat seringkali dianggap berjiwa nasionalisme. Tapi, apakah mereka yang tidak menggunakannya lantas dianggap tidak punya jiwa nasionalisme? Apakah Douwes Dekker lebih tidak nasionalisme dibanding Cipto Mangunkusumo karena dia keturunan Belanda?
Satu hal yang perlu kita pahami adalah, mengutip MK Ridwan dari geotimes, kebudayaan adalah urusan ascribed (sosiologi). Biasanya terikat pada atribut seseorang. Di sisi lain, nasionalisme adalah achieved (tuntutan politik). Biasanya, keterlibatan dalam nasionalisme, mau tidak mau, akan mengorbankan kebudayaan. Contoh: Bahasa Indonesia. Sebagaimana yang kita tahu, bahasa nasional kita adalah bahasa Indonesia. Dan, ya, mau tidak mau, hal itu akan “mengorbankan” bahasa-bahasa daerah yang biasa kita pakai. Tapi, bukan berarti nasionalisme itu hal yang buruk. Tujuannya tetap untuk mempersatukan kita sebagai sebuah bangsa yang sama.
Supaya kita tidak terjebak dalam perkara “siapa yang punya jiwa nasionalisme” ini, kayaknya, kita harus kembali pada arti nasionalisme itu sendiri: paham untuk mencintai bangsa dan negara sendiri; sifat kenasionalan.
Kata yang seharusnya kita ambil dari pengertian itu adalah cinta. Dan, sama kayak ke orang lain, cinta itu adanya di dalam hati. Bisa jadi rasa cinta itu berubah menjadi pengabdian seperti Butet Manurung yang mengajar Suku Anak Dalam di Jambi demi pendidikan Indonesia. Atau Muslimah Hafsari di Belitung yang menjadi pengajar yang digambarkan dalam film Laskar Pelangi.
Tetapi, bukan tidak mungkin rasa cinta itu berubah menjadi hal-hal lain; musikus yang berkancah di internasional, atlet e-sport yang mengharumkan nama bangsa, polisi yang mengatur jalan, politisi yang memperbaiki kebijakan, pemain bola, pebulutangkis, penulis yang menyebarkan kebaikan, atau warga biasa yang selalu tertib pada peraturan.
Karena meskipun nasionalisme sekarang dan dulu terkesan berbeda, tapi ada satu poin yang tidak bisa hilang: cinta pada tanah air.
Dan mereka yang lebih cinta, tidak akan lebih banyak minta